Thursday, November 16, 2017
In:
My Blog Corner
Masya Allah dia melamarku, Walhamdulillah, on the way Nikah
MasyaAllah, dia melamarku
Siapa dia? Kenapa dia?
Beribu pertanyaan menghantui, wacana yg awalnya hanya dianggap sebagai modus para lelaki umumnya, percakapan yg awalnya hanya dianggap sebagai modalbermodus ria semata. Bahkan H-1pun kebimbangan masih terasa, seberani itukah dia datang kerumah? Atau sekedar umbar kata manis seperti yg lainnya?
Dia? anggapanku masih sama, satu tahun lalu dia memulai dengan modus yang tak biasa laki-laki lontarkan. Dengan begitu sopan, begitu sabar, dan bisa dibilang begitu cantiknya dia mengatur segalanya untuk mendekatiku. Aku terlalu masa bodoh dengan segala bentuk gombal dan kemodusan para kaum adam. Bukan aku tak mau membuka hati, hanya saja sejak saat itu aku janji pada diriku sendiri tak ingin lagi terjerumus ke jurang main2 si pacaran. Prinsip masalah nikah tanpa pacaran mulai muncul seiring berjalannya waktu. Bagaimana bisa? entahlah. Lingkungan menjadi salah satu penyebabnya. Aku katakan pada mereka yang selalu mencoba mendekat, jika memang kau ingin serius, pantaskanlah dirimu lalu datangklah ke kedua orangtuaku. Semua? ya, termasuk dia.
Lalu, sejauh mana persiapanku? Entahlah, aku sendiri tak menyadari sejauh mana pemantasan diriku sebagai calon istri. aku hanya belajar mengurus rumah dengan segala hiruk pikuknya. masalah mental? this is my big trouble man! i donno what i have to do.
Fokus ku saat itu hanyalah menyelesaikan studyku, mencapai goal cumlaude ku, lulus tidak dalam kondisi pengangguran. that's all. You know it seems like simple, but not at all.
Baiklah, akibat ke tidak pekaan ku, dan segala caraku untuk menafikkan perasaanku sendiri, akhirnya dialah yang tak kenal mundur untuk akhirnya benar-benar datang mengkhitbahku.
i still can't believe it. Sabtu itu aku baru saja mengakhiri perjuanganku kuliah dalam sidang pendadaran. Allah begitu baik memudahkan segala urusanku dengan hasil memuaskan. dua hari berturut2 ucapan selamat dan syukuran masih berjalan. Minggu setelah itupun aku masih dengan kegiatanku sebelumnya mengajar di salah satu SD. Belum genap satu minggu semenjak hari itu, ada kerabat ibu yang mulai menanyakanku dan mulai membahas serius mengenai rencananya yang akan membawa putra sulungnya untuk melamarku.
Tak bisa dipungkiri, perasaanku mulai kalut. Antara dia atau dia yang akan Allah kirimkan untuk menjemputku. Aku pikir ini akan adil jika kedua belah pihak antara si dia dan dia *(anak kerabat ibu) tau bahwa tak hanya satu orang yang berencana untuk mengkhitbahku. Lalu sore itu juga aku kabarkan berita ini pada dia. Siapa sangka, sore ini aku kabarkan dan esok sore dia langsung datang kerumah.
Allahuakbar, you can imagine how shock am i? Aku mengabarkan awalnya hanya untuk membuat dua sisi adil dan mempersiapkan masing2. But, see? Dia datang sendiri tanpa ada yang membersamai, karena orangtuanya ada di tanah sumatra dan aku di jogja. Kikuk? jelas, aku sendiri udah ga sanggup liat dia. what i feel? i donno, semuanya menyatu begitu saja. tepat 4 hari setelah aku pendadaran dia datang kerumah mengkhitbah. Oh hai, ini belum sampai 1 Minggu, bahkan usiaku pun masih 21 y.o.
Pertanyaan mulai muncul. Segitu cepatkah kamu menerimanya? Emang udah ketemu orang tuanya? Emang kamu udah tau dia gimana orangnya? Nikah cuma sekali loh seumur hidup, kamu yakin? Kamu kan baru lulus, kamu gak pengen kuliah lagi? kamu gak mau karir dulu?
So many questions about that. One thing which makes me totally believe 'dialah imamku' adalah bagaimana aku melihat dia menjaga sholatnya. even not all the time he can pray at mosque but i am sure, when someone can keep his pray he can keep in to the jannah. Bagaimana dia menjaga sholatnya aku serahkan pada Allah, begitulah dia akan menjagaku dari neraka. Nikah? I know, its not about how happy you are after merriage. I know, menikah adalah lahan masalah baru setiap harinya. but here i am. Aku bukan meninggalkan singgasana kenyamana, aku hanya keluar dari zona tidak nyaman sebagai calon sarjana menuju penggangguran ato pemburu kerja? then i choose to be with him. Masuk ke dunia baru, dengan orang yang benar-benar baru. Orang yang akan menjadi surgaku, setelah orangtuaku melepasku. I realize, semua ridho orangtua akan beralih padanya. Apapun yang akan aku lakukan menjadi tanggungjawabnya nanti hingga akhirat. I realize, baktiku berpindah padanya. Hidupku bukan lagi mencari ridho orang tua, tapi *akan mencari ridho suami.
Ilmuku terlalu cetek untuk membahas hal semacam itu. Masih terlalu banyak hal yang harus aku pelajari mengenai pernikahan. Know, im taken ! oh, my... gini ya rasanya punya status selain status single alias jomblo hahhaha
Aku selalu punya mimpi, setiap pergi ke tempat baru. Mimpi? it will come true someday. why? karna mimpiku cuma pengen ke tempat baru dengan pasangan halal. cuma itu? iyap. Sepertinya bisa diraba ya kenapa mimpi itu muncul. Jelas, karna dulu sering banget liat pasangan di tempat wisata, entah itu pacaran atau sepasang suami istrisedang ber romantis ria sedangkan aku masih menggandeng mahram ku kok segerombolan ciwi-ciwi super kece (baca: segerombolan wanita jomblo).
Alhamdulillah, on the way menikah
Dua minggu setelah kedatangannya, lamaran secara resmi diadakan. Do you know? Selama dua minggu itu aku mati-matian (biar dramatis) menyelesaikan segala bentuk revisi yang gak sekali selesai belum lagi harus bebarengan dengan tanggungjawabku mengajar setiap harinya. Sedemikan rupa aku membagi jadwal dan membuang segala waktu istirahat untuk benar-benar menyelesaikan semuanya secepat mungkin. But, sekeras apapun aku berusaha, Allah selalu punya skenario terbaiknya.
Selama dua minggu itu Skripsiku tak kunjung mendapat acc dosen. Semua dosen belum ada yang bersedia menandatangani skripsiku karna revisi belum juga sesuai dengan apa yg mereka inginkan. Semacam ketiban duren, satu hari sebelum lamaran Allah kabulkan doaku dan segala usahaku melalui para dosen ini. 3 dosen sekaligus bersedia menandatangani skripsiku dalam satu hari dan semuanya terjadi begitu berurutan tanpa pernah diprediksi sebelumnya.
Alhamdulillah, Allahuakbar. Belum selesai aku dengan euforia acc dosen, aku kembali merekah dengan prosesi lamaran antar dua belah pihak keluarga di esok harinya.
Kini, kami berdua mulai menyusun visi misi untuk menuju keluarga sehidup sesurga (bukan cuma capres yang punya visi misi, caten juga punya dong). Mulai dengan segala persiapan administrasi, walimahan, dan yang terpenting mental masing masing dari kami. Kaget? Gak Percaya? Ya, bahkan H-1 bulan semua itu masih sering muncul. Takut? ya, semacam pertanyaan2 aneh akan sering muncul seperti akankah aku bisa bebas bermain setelah menikah? masih bisakah aku nonton hingga larut malam setelah menikah? masih bisa kah aku menlanjutkan kegiatan organisasi ku setelah menikah? akankah aku dikucilkan teman karna statusku sebgai istri orang? bisakah aku berbaur ke masyarakat sebgai istri orang bukan lagi anak nya bapak ibu? terlalu banyak pertanyaan aneh yang muncul. tapi satu hal yang menguatkan hanyalah niat pertama kami bahwa menikah bukan sekedar menyatukan romansa dua insan tapi juga keluarga. menikah bukan hanya bahagia dunia, namun juga bahagia akhirat. Meniakah adalah lahan baruku mendulang pahala melalui suamiku. Menikah adalah lahan dimana aku menemukan partner beribadah bersama. Menikah adalah lahan kami berdakwah dengan menjalankan Sunnah Rasul.
Lalu, Bagaimana bisa aku memungkiri nikmat Allah, jika segalanya justru diberikan dengan begitu indahnya. Segalanya diberikan lebih dari apa yang kita minta. Bahkan sebelum aku benar-benar ingin menikah dan meminta jodoh, Allah datangkan dia untuk menjemput lebih cepat. Skenarionya untuk memudahkanku menyelesaikan skripsi setelah proses mutasi kerja bapak selesai, memudahkanku menyelesaikan revisi sidang sebelum lamaran itu berjalan, dan memudahkanku mendapat pekerjaan sebelum aku bergelar sarjana. Keyakinanku masih sama, semua ini tak ada artinya bila rasa syukur itu hilang. Semua kebahagiaan ini akan hilang bila rasa syukur itu sirna.
That's all my short and simple story. just share, semoga ada pembelajaran yang bisa diambil. mengutip quote yang ada di salah satu rumah makan "Jangan mau diajak kenalan, kalau ujungnya nggak mau diajak ke pelaminan". Mungkin yang masih pacaran bisa kembali berfikir ulang untuk hubungannya. Daripada waktumu terbuang untuk dia yang masih jauh dari kesiapan menikahimu, its better to develop yourself. Tenaga mudamu terlalu mubadzir kalo cuma dihabiskan buat menabung dosa. Masih banyak kegiatan sosial, Kegiatan organisasi yang bisa dilakuin buat build your personality, your link, and actually your future. Kita gak pernah bisa mengulang masa bahagia tertawa lepas bersama sahabat bukan? Sedangkan keromantisan ke pacar paling cuma bertahan berapa bulan, paling lama setaun. Kalau bisa lebih dari setaun juga kamu jamin dia selama ini gak selingkuh? gak main sama cewek lain? kamu yakin dia 100% bakal nikah sama kamu? it means, sekian tahunmu kamu habiskan dngan dia dan kau abaikan tugasmu sebagai seorang anak untuk berbakti dan mendapat ridhonya? Aku sendiri sadar, terlalu banyak maksiat yang aku lakukan selama ini, yang kelak akan di pertanyakan tanggungjawabnya ke bapak. Aku sadar betul, langkahku menjadi tanggungjawab Bapak kelak di akhirat.
Gak ada istilah terlambat, hijrah bukan sekedar merubah penampilan semata, tapi hijrah berlangsung selagi usia masih memberimu kesempatan berubah. Semangat berhijrah, Allah maha segalanya. Kesuksesan dan kebahagiaan hidupmu, bergantung pada bagaimana diri ini bisa memaknai syukur atas nikmat yang sebenarnya. Waallahua'lam bisowaf.